Sindikat Perdagangan Bayi ke Singapura Bongkar Darurat TPPO di IndonesiaKasus perdagangan bayi dari Bandung ke Singapura ungkap darurat TPPO. Korban bayi terus bertambah, pelaku makin terorganisasi.

Perdagangan Bayi ke Singapura Ungkap Kondisi Darurat TPPO di Indonesia

Darurat TPPO Kasus perdagangan bayi dari Bandung ke Singapura kembali mengguncang publik. Kepolisian Daerah Jawa Barat berhasil membongkar sindikat tersebut dan menangkap 20 pelaku. Dari penyidikan, mereka menemukan 25 bayi sebagai korban, dan 15 di antaranya telah diselundupkan ke luar negeri.

Peristiwa ini bukan kasus tunggal. Sepanjang Januari hingga Juli 2025, Kepolisian mencatat 427 orang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dari jumlah tersebut, sebagian besar korban berasal dari kelompok rentan—termasuk perempuan, anak-anak, bahkan bayi.

Darurat TPPO: Kejahatan Terorganisasi dan Tahan Banting

Kriminolog dari Universitas Indonesia, Ardi Putra, menegaskan bahwa sindikat TPPO di Indonesia beroperasi dengan pola yang sangat terstruktur. Mereka memanfaatkan celah hukum serta jalur legal untuk menjalankan aksi.

Menurutnya, jaringan ini mengikuti pola organized crime, di mana setiap pelaku memiliki peran, tanggung jawab, dan hubungan kuat antarlini. Dokumen palsu seperti akta kelahiran, kartu keluarga, hingga paspor mereka gunakan untuk memperlancar operasi.

“Jaringan ini bukan sekadar individu, tetapi bergerak seperti mafia. Mereka punya pembagian peran, kontrol sumber daya, dan koordinasi lintas sektor,” kata Ardi.

Ekonomi Jadi Pemicu Utama Sindikat TPPO

Selain struktur jaringan yang rapi, tekanan ekonomi juga berperan besar dalam munculnya korban. Banyak orang tua, terutama dari kalangan miskin dan berpendidikan rendah, akhirnya tergoda menjual anaknya atau menyerahkannya ke sindikat.

Sosiolog dari UGM, AB Widyanta, menyebut kondisi ini sebagai wajah kemiskinan struktural. Ia menekankan bahwa kemiskinan bukan hanya soal penghasilan rendah, tetapi juga soal ketimpangan akses dan kesempatan hidup layak.

“Orang-orang dari kelas bawah sering kali tidak punya pilihan. Ketika kebutuhan ekonomi mendesak dan tidak ada pekerjaan, mereka mudah terjerat dalam perangkap sindikat,” ujarnya.

Penegakan Hukum Masih Lemah, Pendidikan Publik Harus Ditingkatkan

Ardi menyoroti lemahnya penegakan hukum sebagai penghambat utama pemberantasan sindikat. Banyak pelaku lolos karena praktik korupsi dan kolusi dengan aparat. Di sisi lain, masyarakat juga belum sepenuhnya paham tentang bahaya TPPO.

Widyanta pun menambahkan bahwa pendidikan publik tentang bahaya TPPO perlu digencarkan. Ia menilai masyarakat belum memiliki kesadaran kritis untuk mengenali dan menghindari jebakan sindikat.

“Kita perlu membangun kesiapan dan kewaspadaan. Edukasi tentang TPPO harus dilakukan terus-menerus agar masyarakat tahu bahwa ini bukan sekadar tipu-tipu, tapi kejahatan serius,” tegasnya.

Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?

Untuk menangani TPPO, Ardi menyarankan pendekatan yang terintegrasi dan komprehensif. Pemerintah harus memperkuat pengawasan di perbatasan, memperketat proses verifikasi dokumen, serta memastikan sinergi antara aparat dan lembaga lintas sektor.

Di saat yang sama, pemerintah wajib memberdayakan masyarakat agar mereka tak mudah dijadikan korban. Upaya ini mencakup perlindungan korban, bantuan hukum, dan pemberian akses ekonomi alternatif.

“Penegakan hukum harus bebas dari suap. Saksi dan korban juga perlu perlindungan maksimal agar mereka berani bicara,” kata Ardi.

Sementara itu, Widyanta menekankan bahwa pengentasan kemiskinan adalah langkah kunci. Menurutnya, selagi ketimpangan ekonomi masih terjadi, sindikat TPPO akan terus mencari celah.

“Kita harus sadar bahwa ini bukan hanya soal kejahatan. Ini tentang bagaimana negara melindungi rakyat kecil dari eksploitasi yang sistemik,” pungkasnya.

Baca juga: Erika Carlina Lahirkan Anak Laki-laki, DJ Bravy Sebut Semua Baik